Masjid Mantingan: Simbol Akulturasi Budaya dan Sejarah di Jepara

Masjid Mantingan adalah salah satu masjid kuno yang paling bersejarah dan menarik di Indonesia. Dibangun pada tahun 1559 M, masjid ini tidak hanya sebagai tempat ibadah bagi umat Muslim tetapi juga sebagai simbol akulturasi budaya Hindu, Jawa, dan Tionghoa.

Sejarah Masjid Mantingan

Masjid Mantingan diperkirakan berdiri pada tahun 1559 M berdasarkan prasasti yang ditemukan di mihrab. Prasasti ini berisi sebuah candrasengkala yang berbunyi "rupa brahmana warna sari," menunjukkan arti angka tahun 1481 Saka (1559 Masehi). Riwayat masjid ini juga berkaitan dengan Ratu Kalinyamat dan suaminya, Sultan Hadlirin, yang dimakamkan di sana.

Arsitektur Masjid Mantingan

Masjid Mantingan memiliki gaya arsitektur campuran dari kebudayaan Hindu-Buddha, Jawa, dan Tionghoa. Contohnya adalah bentuk atap tumpang dan mustaka yang merupakan akulturasi dari arsitektur masa Majapahit dan Tionghoa. Kebudayaan Jawa dapat terlihat dari gapura masuk masjid dan sebuah petilasan candi di dekat masjid, meskipun sudah tidak utuh lagi.

Bentuk atap tumpang dan mustakanya merupakan salah satu ciri khas arsitektur masjid ini. Atap yang disangga dengan soko guru (empat tiang penyangga) dan atap yang bersusun tiga juga menunjukkan tipologi masjid kuno Jawa pada umumnya. Selain itu, terdapat serambi depan dan gapura masuk berbentuk lengkungan yang menambah keindahan arsitektur masjid.

Relief dan Ornamen Masjid Mantingan

Relief masjid ini memiliki hiasan-hiasan berupa panel relief yang terdapat di dinding depan. Beberapa di antaranya memiliki pola tanaman yang membentukkan rupa makhluk hidup, sehingga tidak dapat dikatakan melanggar larangan agama Muslim. Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru, sedangkan dinding sebelah tempat imam dan khatib dihiasi dengan relief-relief persegi bergambar margasatwa, dan penari penari yang dipahat pada batu cadas kuning tua.

Makam Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat

Di dalam komplek masjid terdapat makam Sultan Hadlirin, suami dari Kanjeng Ratu Kalinyamat dan menantu Sultan Trenggono, penguasa Demak yang terakhir. Selain itu terdapat pula makam waliullah Mbah Abdul Jalil, yang disebut-sebut sebagai nama lain Syekh Siti Jenar. Makam ini masih dianggap sakral dan mempunyai tuah bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya.

Kesimpulan

Masjid Mantingan bukan hanya sebuah bangunan tua yang bersejarah tetapi juga simbol akulturasi budaya yang kuat. Dengan arsitektur yang unik dan relief yang indah, masjid ini menjadi salah satu destinasi wisata religi favorit di Jawa Tengah. Melalui keberadaannya, Masjid Mantingan terus menginspirasi generasi penerus untuk menghargai sejarah dan budaya Indonesia.

www.hamdalahkubahkreasindo.com